
Haii...........
Kali ini membahas tentang tokoh dunia yang berjasa di bidang agama,terutama agama Katolik dan Kristen ya readers
Santo Fransiskus Xaverius (Bahasa Latin: Sanctus Franciscus Xaverius, Bahasa Portugis: São Francisco Xavier, bahasa Tionghoa: 聖方濟各沙勿略) (lahir 7 April 1506 – meninggal 2 Desember 1552 pada umur 46 tahun), adalah seorang pionir misionaris Kristen dan salah seorang pendiri Serikat Yesus (Ordo Yesuit). Nama komunitas Xaverian Brothers diambil nama dirinya. Gereja Katolik menganggap dia telah mengkristenkan lebih banyak orang dibanding siapapun semenjak Santo Paulus.
Awal hidup
Karya misi
Fransiskus Xaverius mengabdikan sebagian besar dari masa hidupnya bagi karya misi di negeri-negeri terpencil. Karena Raja Yohanes III (
Bahasa Portugis: Dom João III) dari
Portugal menghendaki agar para misionaris Yesuit berkarya di Hindia-Portugis, maka ia pun diutus ke sana pada tahun
1540. Ia bertolak dari
Lisboa pada tanggal
7 April 1541, bersama dua Yesuit lainnya dan
Martin de Sousa raja muda yang baru , dengan menumpang kapal
Santiago. Dari Bulan Agustus
1541 hingga bulan Maret
1542, ia singgah di
Mozambik, dan kemudian mencapai
Goa,
India, ibukota koloni Portugis, pada tanggal 6
Mei. Jabatan resminya di Goa adalah
Nuncio Apostolik. Tiga tahun berikutnya digunakannya untuk berkarya di Goa.
Pada tanggal
20 September 1542, ia mengadakan perjalanan misinya yang pertama di antara kaum
Parava, para penyelam mutiara di sepanjang pesisir Timur India Selatan, sebelah Utara dari
tanjung Comorin. Ia kemudian berusaha mengkristenkan Raja
Travancore, di pesisir Barat, dan juga mengunjungi
Sailan. Tidak puas akan hasil upayanya, di kembali ke Timur pada tahun
1545, dan menyusun rencana perjalanan misi ke
Makassar, di Pulau
Sulawesi.
Setelah tiba di
Malaka pada bulan Oktober tahun itu dan selama tiga bulan menunggu kapal tumpangan ke Makassar yang tak kunjung tiba, akhirnya ia membatalkan tujuan semula dari pelayarannya. Ia bertolak dari Malaka pada tanggal
1 Januari 1546 dan berlabuh di
Amboina, kemudian tingal di pulau itu hingga pertengahan bulan Juni. Setelah itu ia mengunjungi pulau-pulau lainnya di
Maluku, termasuk
Ternate dan
Moro. Segera setelah hari raya Paskah tahun 1546, ia kembali ke pulau Ambon, dan kemudian menuju Malaka. Misi di Ambon ini menjadi salah satu awal
sejarah Gereja Katolik di Indonesia. Selama rentang waktu tersebut, disebabkan kekecewaannya terhadap para petinggi Goa, Santo Fransiskus menulis sepucuk surat kepada Raja
Dom João III meminta diberlakukannya
Inkuisisi di Goa. Meskipun demikian, inkuisisi Goa baru mulai dijalankan delapan tahun setelah kematiannya.
Pada bulan Desember
1547, di Malaka, Fransiskus Xaverius berjumpa dengan seorang bangsawan Jepang dari
Kagoshima bernama Anjiro. Anjiro telah mendengar kabar mengenai Fransiskus pada tahun 1545 dan berlayar dari Kagoshima ke Malaka dengan maksud bertemu dengannya. Anjiro melarikan diri dari Jepang setelah dituduh melakukan pembunuhan. Ia lalu mencurahkan isi hatinya kepada Fransiskus Xaverius, menceritakan riwayat hidupnya serta adat dan budaya tanah airnya. Anjiro adalah seorang
Samurai sehingga dapat membantu Xaverius dengan keahliannya sebagai mediator dan penerjemah dalam karya misi di
Jepang yang kini tampaknya semakin dapat terwujud. “Saya bertanya [kepada Anjiro] apakah orang-orang Jepang bersedia menjadi Kristen jika saya pergi bersamanya ke negeri itu, dan dia menjawab bahwa mereka tidak akan serta-merta menjadi Kristen, namun terlebih dahulu akan mengajukan banyak pertanyaan lalu melihat apa saja yang saya ketahui. Di atas segala-galanya, mereka akan mencermati apakah hidup saya sesuai dengan ajaran saya… Semua pedagang Portugis yang kembali dari Jepang meyakinkan saya bahwa dengan pergi ke sana saya dapat mempersembahkan lebih banyak pelayanan bagi Allah Tuhan kita, lebih daripada di antara orang-orang India, karena orang Jepang adalah suatu ras yang amat mementingkan akal budi.” Karena diyakinkan sedemikian rupa, Xaverius membaptis Anjiro—dengan nama baptis Paulo de Santa Fe—dan mulai menyusun rencana suatu misi bagi negeri yang belum lama ditemukan itu. Anjiro membantu Fransiskus Xaverius menerjemahkan beberapa paragraf ajaran Kristiani ke dalam
fonem Bahasa Jepang yang kemudian dihafal oleh Xaverius.
Ia kembali ke India pada bulan Januari
1548. Selama 15 bulan berikutnya ia disibukkan dengan berbagai perjalanan dan urusan-urusan administrasi di India. Karena tidak senang dengan apa yang dianggapnya sebagai “sikap hidup yang tidak-Kristiani” dari orang-orang Portugis, yang menghambat usaha penyebaran agama Kristen, ia berangkat dari Selatan ke Timur Benua Asia. Ia meninggalkan Goa pada tanggal
15 April 1549, singgah di Malaka dan mengunjungi
Kanton dengan ditemani Anjiro, dua pria Jepang lain,
Pastur Cosme de Torrès dan
Bruder Juan Fernandez. Ia juga membawa serta hadiah-hadiah bagi "Raja Jepang" karena ia beniat memperkenalkan diri sebagai
Nuncio Apostolik.
Xaverius mencapai Jepang pada tanggal
27 Juli 1549, namun baru pada tanggal
15 Agustus ia menginjakkan kakinya di Kagoshima, pelabuhan utama
provinsi Satsuma di Pulau
Kyūshū. Ia disambut dengan ramah-tamah dan dijamu oleh keluarga Anjiro hingga bulan Oktober 1550. Dari Oktober hingga Desember
1550, ia berdiam di
Yamaguchi. Tak lama sebelum
Natal, ia menuju
Kyoto namun gagal bertemu
Kaisar. Ia kembali ke Yamaguchi pada bulan
Maret 1551 dan diizinkan berkhotbah oleh
daimyo provinsi itu. Akan tetapi karena kurang lancar berbahasa Jepang, ia hanya membacakan dengan lantang terjemahan
katekismus. Xaverius diterima dengan baik oleh para
rahib Shingon karena ia menggunakan kata “Dainichi” untuk Allah Kristen. Begitu Xaverius mendalami makna religius dari kata itu, ia menggantinya dengan kata “Deusu” dari kata Latin dan Portugis “Deus”. Para rahib pun sadar, Xaverius tengah menyebarkan suatu agama tandingan.
Seiring berjalannya waktu, kehadirannya di Jepang dapat dianggap membuahkan hasil yakni dibentuknya jemaat-jemaat Kristiani di
Hirado, Yamaguchi dan
Bungo. Xaverius berkarya lebih dari dua tahun di Jepang dan menyaksikan lahirnya Yesuit-Yesuit penerusnya. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke India. Dalam pelayarannya itu, suatu badai dahsyat memaksanya untuk singgah di sebuah pulau dekat
Guangzhou,
Tiongkok tempat ia berjumpa dengan Diégo Pereira, seorang pedagang kaya-raya, sabahat lamanya dari
Cochin, yang memperlihatkan padanya sepucuk surat dari orang-orang Portugis yang dipenjarakan di Guangzhou yang minta agar seorang
duta besar Portugal diutus kepada
Kaisar Tiongkok guna membahas nasib mereka. Selanjutnya dalam pelayarannya itu, ia singgah di Malaka pad tanggal
27 Desember 1551, lalu sampai di Goa pada bulan Januari
1552.
Pada tanggal
17 April ia berlayar bersama Diégo Pereira, meninggalkan Goa dengan menumpang kapal Santa Cruz menuju Tiongkok. Ia memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik dan Pereira sebagai duta besar dari Raja Portugal. Tak lama setelah berlayar, ia baru menyadari bahwa surat penunjukannya sebagai Apostolic Nuncio telah tertinggal. Sampai di Malaka, ia digugat oleh Capitan Alvaro de Ataide de Gama yang kini memegang kendali penuh atas bandar itu. Sang capitan menolak untuk mengakui gelar Nuncio-nya, meminta Pereira mengundurkan diri dari jabatannya sebagai duta besar, mengganti para awak kapal, serta menuntut agar hadiah-hadiah bagi Kaisar Tiongkok ditinggalkan di Malaka.
Di awal September 1552, Santa Cruz mencapai pulau
Shangchuan di Tiongkok, 14 km jauhnya dari pesisir Selatan daratan Tiongkok, dekat
Taishan,
Guangdong, 200 km ke arah Barat Daya dari tempat yang kelak bernama
Hong Kong. Saat itu, ia hanya ditemani seorang murid Yesuit, Alvaro Ferreira, seorang pria
Tionghoa bernama Antonio dan seorang pelayan Malabar bernama Khristoforus. Sekitar pertengahan November, ia mengirim sepucuk surat yang dalam isinya ia berkata bahwa seorang pria sudah setuju untuk membawanya ke daratan Tiongkok jika dibayar dengan sejumlah besar uang. Dengan mengirim pulang Alvaro Ferreira, ia tinggal seorang diri bersama Antonio.
Wafat
Pada tanggal
21 November, ia pingsan seusai merayakan
Misa. Ia meninggal dunia di pulau itu pada tanggal
2 Desember 1552, pada umur 46 tahun, tanpa pernah menginjakkan kakinya di daratan utama Tiongkok.
Awalnya ia dimakamkan di sebuah pantai di Shangchuan. Jenazahnya yang masih utuh dipindahkan dari pulau itu pada bulan Februari
1553 dan disemayamkan sementara waktu di gedung gereja Santo Paulus di
Malaka pada tanggal
22 Maret 1553. Sebuah makam terbuka dalam gereja itu saat ini menandai tempat jenazah Xaverius pernah disemayamkan. Pereira tiba dari Goa pada tanggal 15 April 1553, dan tak lama kemudian ia memindahkan jenazah Xaverius ke rumahnya.
Pada tanggal
11 Desember 1553, jenazah Xaverius kembali dibawa berlayar, diangkut dengan sebuah
sampan berhias. Peti jenazah ditempatkan dalam sebuah kabin dikelilingi tirai sutera di tengah-tengah lilin-lilin bernyala dan wewangian yang dibakar, diiringi lambaian perpisahan dari seisi bandar Malaka. Ketika melewati selat antara Pulau Penang dan pantai, sampan itu sempat kandas pada gugus pasir namun tiba-tiba bertiup angin kencang yang mendorongnya kembali ke perairan dalam. Setelah singgah sebentar di Sailan, kemudian Cochin, akhirnya jenazah Xaverius tiba di Goa pada tanggal
15 Maret 1554.
Keesokan harinya seluruh masyarakat mengiringi pengantaran jenazah orang kudus itu ke katedral. Peti jenazah dibuka dan setelah 16 bulan isinya masih saja segar. Selama tiga hari dan tiga malam berikutnya masyarakat diijinkan memberikan penghormatan terakhir. Ribuan pria dan wanita menciumi kaki jenazah Xaverius dan banyak mujizat dilaporkan terjadi. Jenazah yang tidak membusuk itu kini disemayamkan di Basilika Bom Jésus di Goa, dalam sebuah peti perak pada tanggal 2 Desember
1637. Peti perak itu diturunkan untuk dilihat oleh umum hanya dalam penyelenggaraan pameran umum yang berlangsung selama 6 minggu, tiap 10 tahun sekali, terakhir kali diselenggarakan pada tahun 2004. Ada silang pendapat mengenai bagaimana jenazah Xaverius tetap utuh sedemikian lama. Beberapa orang berpendapat bahwa jenazahnya telah di
mumikan, sementara yang lain menganggapnya sebagai suatu Mujizat.
Lengan depan (siku hingga pergelangan) sebelah kanan, yang digunakan Xaverius untuk memberkati dan membaptis orang, dipisahkan oleh Prefektur Jenderal
Serikat YesusClaudio Acquaviva pada tahun 1614 dan kini dipamerkan dalam sebuah relikuarium (Tempat penyimpanan
Relikui) perak dalam gereja
Il Gesù[1], gereja utama Yesuit di
Roma.
Pengakuan
Javierada adalah ziarah tahunan dari Pamplona ke Xavier yang dimulai sejak tahun
1940-an.
Xaverius adalah salah satu dari sedikit nama yang dimulai dengan huruf X. Fransiskus Xaverius umum digunakan sebagai nama diri, di Indonesia biasanya disingkat F.X. "Xavier" adalah nama laki-laki yang populer di
Portugal,
Brasil,
Spanyol dan negara-negara ber
bahasa Spanyol,
Perancis dan
Belgia. Di
Austria dan
Bavaria nama ini ditulis Xaver (diucap Ksaber dan kerap mengikuti nama "Francis" yakni Franz-Xaver) (Sumber Wikipedia)